Kenali Sex Grooming dan Modusnya, Jangan Malah Jadi Korban

banner 120x600
banner 468x60

loading…

banner 325x300

Kekerasan seksual semakin beragam modusnya. Ada yang terjadi secara daring, ada juga dalam bentuk sex grooming melalui media sosial. Foto Ilustrasi/iStock

JAKARTA – Kekerasan seksual semakin beragam modusnya. Ada yang terjadi secara daring, ada juga dalam bentuk sex grooming melalui media sosial. Masyarakat diminta untuk waspada dan mengenali modus ini.

Menurut Dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Nanda Audi, S.Psi. M.Psi., secara definisi, istilah sex atau sexual grooming mengacu pada iming-iming yang dilakukan pelaku kekerasan seksual untuk mendapatkan kepercayaan dan kontrol atas korban. Prosesnya dikemas secara manipulatif dalam menjebak korban, khususnya yang berkaitan aktivitas seksual.

“Biasanya istilah sex grooming awalnya dialami oleh anak di bawah umur saja, karena kurang mengerti bahaya kekerasan seksual, tetapi belakangan juga ada korban dari kalangan mahasiswa,” kata psikolog Unesa ini.

Nanda menyebut, strategi yang sering ditemukan berawal dari media sosial khususnya aplikasi dating atau kencan. Pelaku biasanya menggunakan media sosial dan komunikasi online untuk mendekati korban, menciptakan kesan keamanan, serta secara bertahap mengarahkan korban ke situasi yang lebih rentan.

Sederhananya, pelaku akan merencanakan strategi untuk mempersiapkan, membangun hubungan, dan memanipulasi korban dengan tujuan akhir mengeksploitasi mereka secara seksual. Strategi pelaku biasanya melalui perhatian khusus kepada korban, memberikan hadiah, menyediakan dukungan emosional, serta mengidentifikasi dan memanfaatkan kerentanan korban.

“Sex grooming dalam konteks kejahatan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga dapat melibatkan dimensi psikologis dan digital. Apabila mahasiswa sudah merasakan tanda-tanda kekerasan ini segera melapor ke Satgas PPKS,” tandasnya.

Nanda menambahkan, korban kekerasan ini sering mengalami trauma psikologis yang signifikan. Pemilihan korban yang cenderung lebih rentan atau tidak memiliki pengalaman dengan situasi semacam itu dapat meningkatkan dampak traumatis pada korban.

Dari aspek hukum, Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H., Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual menyebutkan, sex grooming sebetulnya tidak tertulis secara langsung dalam Undang-Undang, tetapi merupakan bagian dari kekerasan seksual.

“Kalau kita merujuk pada Undang-Undang PPKS tentang tindak kekerasan seksual yang disebutkan bahwa kekerasan seksual itu merendahkan, melecehkan, dan tidak dibenarkan dalam bentuk apa pun,” jelasnya.

Dia membeberkan, kasus sex grooming kerap terjadi di mana korbannya dapat mengalami pelecehan online dan kekerasan digital. Biasanya pelaku mengancam untuk menyebarkan informasi pribadi atau gambar korban secara daring yang dapat menciptakan tekanan tambahan dan merugikan reputasi korban.

Sebagai upaya pencegahan, sex grooming perlu jadi perhatian bersama dan menjadi bagian dari muatan pendidikan guna meningkatkan kesadaran akan risiko seperti perhatian berlebihan, pembentukan hubungan emosional yang terlalu cepat, dan pengenalan unsur seksual secara tidak pantas.

“Jaga batasan diri saat berinteraksi dengan orang baru, terutama tidak memberikan informasi pribadi yang terlalu rinci dan hindari berbagi informasi pribadi yang terlalu detail secara publik,” beber Iman.

Direktur Pencegahan dan Penanganan Isu Strategis (PPIS) Prof. Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag., menyebut, berbagai modus baru kekerasan seksual harus disadari, terutama oleh anak-anak atau pelajar, mahasiswa, bahkan masyarakat pada umumnya.

(tsa)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *